Dunia perposan modern muncul di Indonesia sejak tahun 1602 pada saat VOC menguasai bumi nusantara ini. Pada saat itu, perhubungan pos hanya dilakukan di kota-kota tertentu yang berada di Pulau Jawa
dan luar Pulau Jawa. Surat-surat atau paket-paket pos hanya diletakkan
di Stadsherbrg atau Gedung Penginapan Kota sehingga orang-orang harus
selalu mengecek apakah ada surat
atau paket untuknya di dalam gedung itu. Untuk meningkatkan keamanan
surat-surat dan paket-paket pos tersebut, Gubernur Jenderal G. W. Baron
Van Imhoff mendirikan kantor pos pertama di Indonesia yang terletak di
Batavia (Jakarta). Pos pertama ini didirikan pada tanggal 20 Agustus
1746.
Era kepemimpinan Gubernur Jenderal Daendels di VOC
membuat sebuah kemajuan yang cukup berarti di dalam pelayanan pos di
nusantara. Kemajuan tersebut berupa pembuatan jalan yang terbentang dari
Anyer sampai Panarukan. Jalan sepanjang 1.000 km ini sangat membantu
dalam mempercepat pengantaran surat-surat dan paket-paket antarkota di Pulau Jawa.
Jalan yang dibuat dengan metode rodi (kerja paksa) ini dikenal dengan
nama Groote Postweg (Jalan Raya Pos). Dengan adanya jalan ini,
perjalanan antara Provinsi Jawa Barat sampai Provinsi Jawa Timur, yang
awalnya bisa memakan waktu puluhan hari, bisa ditempuh dalam jangka
waktu kurang dari seminggu.
Arus perkembangan teknologi telepon dan telegraf yang masuk ke
Indonesia pun mengubah sistem pelayanan pos di Indonesia. Pada tahun
1906, pos di Indonesia pun akhirnya berubah menjadi Posts Telegraafend
Telefoon Dienst atau Jawatan Pos, Telegraf, dan Telepon (PTT). Layanan
pos yang awalnya berpusat di Welrevender (Gambir) juga berpindah ke
Dinas Pekerjaan Umum atau Burgerlijke Openbare Werker (BOW) di Bandung
pada tahun 1923. Pada saat pendudukan Jepang di Indonesia, Jawatan PTT
dikuasai oleh militer Jepang. Angkatan Muda PTT (AMPTT) mengambil alih
kekuasaan Jawatan PTT tersebut dan kemudian secara resmi berubah menjadi
Jawatan PTT Republik Indonesia. Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal
27 September 1945. Hari itu pun diperingati sebagai Hari Bakti PTT atau
Hari Bakti Parpostel.
Cukup banyak perubahan dalam sistem Pos Indonesia sendiri. Perubahan
tersebut terlihat dari bentuk badan usaha yang dimiliki oleh Pos
Indonesia secara terus-menerus dari tahun ke tahun. Pada tahun 1961, Pos
Indonesia resmi mejadi perusahaan negara berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 240 Tahun 1961. Peraturan tersebut menyebutkan bahwa
Jawatan PTT itu kemudian berubah menjadi Perusahaan Negara Pos dan
Telekomunikasi (PN Postel). Setelah menjadi perusahaan negara,
Perusahaan Negara Pos dan Telekomunikasi (PN Postel) mengalami pemecahan
menjadi Perusahaan Negara Pos dan Giro (PN Pos dan Giro) dan Perusahaan
Negara Telekomunikasi (PN Telekomunikasi). Hal ini bertujuan untuk
mencapai perkembangan yang lebih luas lagi dari masing-masing badan
usaha milik negara (BUMN)
ini. Pemecahan PN Postel menjadi PN Pos dan Giro dan PN Telekomunikasi
ini memiliki legalitas hukum melalui Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun
1965 dan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1965.
Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1978
dikeluarkan untuk mengubah lagi bentuk badan usaha dari pelayanan pos di
Indonesia ini (melalui PN Pos dan Giro). Dengan dikeluarkannya
peraturan tersebut, Perusahaan Negara Pos dan Giro berubah menjadi
Perusahaan Umum Pos dan Giro (Perum Pos dan Giro). Hal ini bertujuan
untuk semakin mempermudah keleluasaan pelayanan pos bagi masyarakat
Indonesia. Perubahan bentuk usaha dari sebuah perusahaan negara menjadi
perusahaan umum ini pun disempurnakan lagi supaya bisa mengikuti iklim
usaha yang sedang berkembang melalui keluarnya Peraturan Pemerintah
Nomor 28 Tahun 1984 mengenai tata cara pembinaan dan pengawasan. Setelah
beberapa tahun memberikan pelayanan dengan statusnya sebagai perusahaan
umum, Pos Indonesia mengalami perubahan status atau bentuk usaha lagi.
Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1995, Perum Pos
dan Giro berubah menjadi PT. Pos Indonesia (Persero). Hal ini bertujuan
untuk memberikan fleksibilitas dan kedinamisan untuk PT. Pos Indonesia
(Persero) sehingga bisa lebih baik dalam melayani masyarakat dan
menghadapi perkembangan dunia bisnis yang semakin ketat persaingannya.
Kata Demak itu adalah berasal dari kata Bahasa Arab,
yaitu Dhima' yang artinya rawa. Hal ini mengingat tanah di Demak adalah tanah bekas rawa
alias tanah lumpur. Bahkan sampai sekarang jika musim hujan
di daerah Demak sering digenangi air, dan pada musim kemarau tanahnya banyak yang retak, karena
bekas rawa alias tanahlumpur. Karena
tanah Demak adalah tanah labil, maka jalan raya yang dibangun gampang rusak,
oleh karena itu jalan raya di Demak menggunakan beton.
Kabupaten Demak adalah salah satu Kabupaten di Jawa Tengah yang terletak
pada 6º43'26" - 7º09'43" LS dan 110º48'47" BT dan terletak
sekitar 25 km di sebelah timur Kota Semarang. Demak dilalui jalan negara (pantura) yang
menghubungkan Jakarta-Semarang-Surabaya-Banyuwangi.
Kabupaten Demak memiliki luas wilayah seluas ± 1.149,07 KM², yang terdiri
dari daratan seluas ± 897,43 KM², dan lautan seluas ± 252,34 KM². Sedangkan
kondisi tekstur tanahnya, wilayah Kabupaten Demak terdiri atas tekstur tanah
halus (liat) dan tekstur tanah sedang (lempung). Dilihat
dari sudut kemiringan tanah, rata-rata datar. Dengan ketinggian permukaan tanah
dari permukaan air laut (sudut elevasi) wilayah kabupaten Demak terletak mulai
dari 0 M sampai dengan 100 M.
Beberapa sungai yang mengalir di Demak antara lain: Kali Tuntang, Kali Buyaran, dan yang
terbesar adalah Kali Serang yang membatasi kabupaten Demak dengan kabupaten
Kudus dan Jepara.
Kabupaten Demak mempunyai pantai sepanjang 34,1 Km, terbentang di 13 desa
yaitu desa Sriwulan, Bedono, Timbulsloko dan Surodadi (Kecamatan Sayung),
kemudian Desa Tambakbulusan Kecamatan Karangtengah, Desa Morodemak, Purworejo
dan Desa Betahwalang (Kecamatan Bonang) selanjutnya Desa Wedung, Berahankulon,
Berahanwetan, Wedung dan Babalan (Kecamatan Wedung). Sepanjang pantai Demak
ditumbuhi vegetasi mangrove seluas sekitar 476 Ha.
Kabupaten Demak terdiri atas 14 kecamatan
yaitu kecamatan Demak, Wonosalam, Karang Tengah, Bonang, Wedung, mijen, Karang
Anyar, Gajah, Dempet, Guntur, Sayung
, Mranggen, Karang Awen dan Kebon Agung, yang dibagi lagi atas sejumlah 249
desa dan kelurahan terdiri dari 243 desa dan 6 kelurahan. Pusat pemerintahan
berada di Kecamatan Demak.